Seperti yang sudah kalian ketahui bahwa saya adalah seorang dokter yang baru bekerja sekitar dua tahun lalu. Jujur saja, pekerjaan menjadi dokter menurut saya banyak dukanya. Pastinya bukan karena tittle dokternya, tapi hal lain dari itu. Menjadi dokter adalah cita-cita saya sejak sekolah dasar dan saya senang menjalani hidup ini sebagai dokter, tapi... yah sudahlah.
Hendri, pasangan saya adalah seorang senior software engineer, mungkin sekarang bukan software engineer lagi, tapi sudah berubah, saya lupa, pokoknya sekarang dia ditempatkan di bagian ‘Reaserch and Development’. Banyak sekali blog yang menceritakan jika memiliki pasangan seorang programmer, yang menulis blog tentang itu adalah kebanyakan seorang perempuan. Saya juga jadi tertarik sebenarnya menulis ini, terlebih jika memiliki pasangan dengan latar belakang yang berbeda.
Sebelumnya, saya akan membahas mengenai kesamaan kita. Latar belakang pendidikan kita itu tidak jauh berbeda sebenernya jika dilihat dari segi ‘logic’. Kita berdua dituntut untuk selalu berfikir kritis, harus ada base evidence yang jelas dan sudah terverifikasi. Mungkin semua pendidikan juga begitu ya...! Seharusnya, jika ada sesuatu yang dirasa gosip, harus diuji kebenaran dari hal tersebut. Kita juga memiliki pandangan yang sama terutama mengenai seorang pemimpin, pendidikan, parenting dan agama (point yang terakhir jawabannya ‘mungkin’ memiliki kesamaan *nyengir*). Satu hal yang membuat saya yakin adalah bahwa kita merupakan orang yang sama-sama keras kepala. Kita tidak menyukai istilah ‘diam’ jika untuk menegakkan keadilan. Dari kesamaan itulah, kita selalu saling mendukung terutama dalam hal pekerjaan.
Untuk perbedaanya adalah terkadang kita merasa kesulitan jika meminta pendapat satu sama lain mengenai pekerjaan. Mengapa? Katanya saling mendukung? Maksudnya begini, saya harus menjelaskan banyak hal terlebih dahulu mengenai A to Z, karena perbedaan latar belakang pendidikan dan budaya lingkungan kerja. Jika sudah mengerti mengenai permasalahnnya, dukungan pun akan muncul. Saya seringkali meminta pendapat dia mengenai pekerjaan, mulai dari bagaimana saya harus bekerja, apakah saya harus pindah kerja atau tidak, apakah saya harus sekolah lagi atau tidak, sampai pendapat tentang ‘leadership’. Begitupun sebaliknya, saya merasa kebingungan juga jika membicarakan mengenai pekerjaan dia. Ada kondisi dimana kita gagal paham sebenarnya dengan komunikasi yang kita bangun karena perbedaan latar belakang pendidikan tersebut. Yaa itu tadi, saya seringkali menjelaskan banyak hal dan panjang lebar yang membuat saya kesal di saat dia juga sedang berpusing ria dengan kerjaannya. Dan drama pun dimulai.
Kondisi kedua, jika saya meminta pendapat tentang pakaian, makeup, bahkan vendor untuk pernikahan, dia selalu bilang “bagus”; “sok aja kamu yang pilih, kamu lebih ngerti”. Oke, jadi semuanya tergantung saya, untungnya dia punya adik perempuan yang jauh lebih gaul dibanding dia dan diri saya, sehingga dia banyak membantu saya mengenai pemilihan vendor pernikahan. Terkadang ada perasaan kesal karena kita kan butuh juga pendapat dari pasangan kita, tetapi saya lebih merasakan senang sih, karena mau apapun pasti dibilang “boleh atau iya” tanpa nanya ini itu dulu. Intinya adalah dia itu irit bicara jika ditanya hal diatas. Tapi jika ditanya tentang hal lain seperti teknologi, pendidikan, kepemimpinan, berita dan agama, panjang lebarnya minta ampun dan kadang saya selalu bilang, “stop, that’s enough for me hun”.
Ketiga, dia itu cuek mengenai penampilan. Bagi saya, penampilan itu sangat penting. Kenapa? Coba Anda pikir, apakah Anda akan percaya jika Anda memeriksakan diri ke dokter dengan penampilan urakan seperi rambut acak-acakan, muka lusuh, pakaian tidak rapi, celana bolong-bolong? Atau berpakaian kaos dengan tulisan atau gambar aneh? Mungkin Anda akan bertanya, “ini beneran dokter?”. Satu bulan sebelum menikah, saya belikan dia banyak sekali kemeja karena dia jarang sekali pakai kemeja, selalu kaos yang itu-itu saja kalau ketemu. Kemudian saya belikan dia sisir lipat untuk pria sehingga praktis biar bisa dibawa kemana-mana. Walaupun sudah dibelikan, tetap saja jarang dipake dan jarang nyisir apalagi setelah selesai wudhu. Kalau gak kemana-mana bangunnya siang dan jarang mandi, kecuali kalau saya suruh mandi. Saat saya melihat isi lemari dia, sebenarnya baju kaos dia itu banyak sekali. Saat saya tanya kenapa kamu pakai baju itu-itu saja, dia menjawab “aku ambil pakaian yang paling atas biar simple”. Haduh, pakaian baru dicuci dan disetrika kan selalu disimpan di atas ya. Sekarang-sekarang setelah beberapa bulan, ibu dan bapak saya bilang “hendri, sekarang kok lebih bersihan”. Yaelah, yang urusnya siapa, mulai dari nyuruh mandi, nyisir, dan nentuin harus pake baju apa.
Keempat, sibuk. Kesibukan diantara kami berdua membuat kami hanya bisa meluangkan waktu saat weekend. Saya dengan kesibukan saya, dan dia dengan kesibukannya. Untuk weekday, hampir tidak ada waktu untuk bertemu, karena pertama kita berada di kota yang berbeda dan jaraknya lumayan jauh. Untuk bertemu pun rasanya sehari itu tidak cukup untuk melakukan beberapa hal yang sudah direncanakan, makanya terkadang kita sering jalan masing-masing untuk mencari hiburan. Dia sering nonton bersama temannya kadang juga sendiri. Saya pun begitu, saya sudah biasa menonton bioskop sendiri, makan sendiri di luar, berbelanja sendiri bahkan periksa ke dokter spsesialis sendiri. Saya menyetir sendiri ke Bandung atau Sukabumi jika saya sedang bosan dengan rutinitas pekerjaan. Ya, lumayan mandiri lah ya. Tapi jika dia ada waktu, dia selalu menyempatkan diri untuk mengantar saya kemanapuni.
Beberapa point tersebut setelah saya rasakan memang sama dengan beberapa orang yang memiliki pasangan seorang sofware engineer; programmer atau apalah itu istilahnya. Tapi memiliki pasangan seorang software engineer juga ada beberapa kelebihannya yang memang membuat saya suka dengan orang yang bekerja di bidang IT. Apa saja kelebihannya?
Dia itu bisa membantu saya dalam hal teknologi. Saya termasuk orang yang gagap teknologi. Komputer hanya bisa sebatas menulis di microsoft word dan menggunakan micrososft power point untuk presentasi. Tapi dengan mengenal dia, rasanya hidup itu lebih praktis. Apalagi dia bekerja di perusahaan e-commerce, membuat semuanya terasa mudah dalam hal berbelanja. Maklum, hobi saya memang shopping online karena saya tidak memiliki banyak waktu selain untuk bekerja. Saat mempersiapkan seserahan untuk pernikahan, hampir semua barang saya beli online karena saat itu saya benar-benar sibuk mempersiapkan akreditasi Puskesmas, setiap hari saya pulang kerja sore-malam, paling larut saya pulang jam 11 malam. Padahal waktu tinggal sebulan lagi untuk mempersiapkan pernikahan. Psst, satu hal lagi, saat daftar Internship online tahun 2014, saya juga dibantu sama doi loh.
Selain itu, saya jadi tau mengenai blog karena semuanya di fasilitasi oleh dia. Dia memfasilitasi saya yang senang menulis. Dia juga membantu saya dalam proses editting jika memang ada yang perlu dirubah mengenai kalimat yang saya tulis.
Bagi saya membaca journal itu sudah merupakan makanan sehari-hari saat saya ingin menguasai sebuah penyakit. Banyak sekali journal bagus yang free download dalam bentuk PDF. Tapi terkadang ada beberapa journal terbaru yang berbayar. Dengan bantuan dia, saya bisa mendownload beberapa Journal yang berbayar. Enak kan!?
Saya memiliki impian untuk membuat tempat praktek swasta atau klinik Pratama. Didalamnya pun saya ingin menggunakan Sistem Informasi Manajemen Klinik. Biasanya sistem itu dilakukan di RS atau PKM (jika sudah ada). Nah, saya punya impian dengan mengaplikasikan itu di klinik. Sebenarnya dia sudah bilang mengenai data yang dia perlukan untuk membuat itu, tapi karena saya sibuk jadi belum terwujud. Lagipula kliniknya juga belum ada. Doakan saja, semoga bisa secepatnya terwujud. Amiin.