Pasangan yang akan menikah sebaiknya melakukan skrining kesehatan reproduksi atau biasa disebut pre-marital medical check up. Mengapa penting? Karena setiap pasangan yang menikah sudah tentu sangat ingin memiliki keturunan. Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk memiliki keturunan yang sehat dengan merencanakan kehamilan saat pasangan tersebut siap secara fisik, karena jika ada kelainan maka dokter akan mengatur kehamilan setelah melaksanakan terapi dari kelainan tersebut.
Sedari kita kecil sampai dewasa dengan umur yang siap untuk menikah, kita tidak tahu ada berapa penyakit yang sudah hinggap di tubuh kita yang dapat menimbulkan kesakitan atau tidak. Misalnya seperti penyakit TORCH, HIV, Hepatitis B, Penyakit Infeksi menular seksual, Kista bahkan endometriosis. Karena 4 penyakit awal tersebut akan sangat berbahaya bagi janin yang kita kandung jika hasilnya positif. Sedangkan dua penyakit terakhir dapat mengakibatkan kita sebagai perempuan kesulitan untuk mempunyai anak.
Pemeriksaan reproduksi pada laki-laki selain skrining empat penyakit diatas, biasanya dilakukan pemeriksaan sperma. Pemeriksaan sperma ini tujuannya untuk mengetahui kualitas dan kuantitas dari sperma yang dihasilkan oleh suami sehingga dapat mengurangi kemungkinan kemandulan dari salah satu pihak. Oleh karena itulah mengapa skrining untuk mengetahui status reproduksi masing-masing itu penting.
Sebenarnya saya dan suami sudah memilih-milih paket premarital medical check-up sebelum kita menikah. Waktu itu kita merencanakan akan melakukan pemeriksaan di RS Boromeus. Karena kesibukan kerja masing-masing, saya dan suami benar-benar tidak sempat untuk melakukan tes tersebut. Bayangkan tiga minggu sebelum saya menikah, saya terkena cacar air karena kelelahan bekerja. Bahkan, fitting baju pengantin pun dilakukan H-2.
Setelah menikah pun ternyata kami lupa untuk melakukan skrining tersebut karena saya masih sibuk kerja. Sekitar akhir bulan Maret 2018, saya ternyata hamil. Kehamilan pertama itu membuat saya menjadi sangat khawatir. Setiap bulan saya kontrol ke Limijati dan dilakukan USG kandungan.
Saat saya cek kehamilan di usia 15-16 minggu dokter Limijati bilang jika ketubannya sedikit. Kemudian beliau meminta saya cek laboratorium darah dan air kencing, banyak minum dan diberi obat tambahan yaitu aspilet tablet (pengencer darah).
Tujuan pemeriksaan Laboratorium darah dan kencing tersebut adalah untuk mengetahui penyebab ketuban yang sedikit dan skrining awal di Trimester satu kehamilan.
Khawatir dengan kandungan saya karena takut ada kelainan, saya segera lakukan pemeriksaan laboratorium di Pramita Lab Bandung sekitar pukul setengah 8 pagi karena harus puasa 10 jam. Saya diambil sekitar 7 botol sample darah, sumpah banyak banget karena pemeriksaannya juga banyak. Saya diperiksa darah rutin, D-Dimer, Agregasi trombosit, CMV, Toxoplasma, HIV, HbsAg, Urine lengkap. Hasilnya bisa diambil sekitar pukul 15.00 WIB.
Penasaran dengan hasil laboratorium, saya buka sendiri hasil lab-nya. Deg-degan banget dan suami juga sama tegang dengan hasilnya. Takut ada yang positif. Ternyata hasilnya leukositosis sekitar 13.500 m/l, shift to the left dari hasil diff count, Hiperagregasi trombosit dan IgG CMV positif. IgG CMV kenapa bisa positif? Karena saya terkena cacar air 3 minggu sebelum menikah atau sekitar 4 bulan yang lalu. Untungnya sih IgG yang positif bukan IgM. Dokter Irnawati di RS Limijati bilang bahwa penyebab ketuban dan bayi kecil adalah dari Hiperagregasi Trombosit. Dan beliau bilang sudah cuiga pasti kelainannya disini (Hiperagregasi Trombosit). Bayarnya cuman 25.000 karena konsul Laboratorium saja. Hahaha.
Dari hasil IgG CMV yang positif karena saya tertular cacar saat bekerja, sebenarnya saya agak khawatir juga jika kerja, karena kondisi imunitas saya sering melemah. Saat saya internship di PKM Cijagra Lama, saya terkena Measles/campak. Saat itu memang banyak anak yang berobat campak. Campak dan cacar memang sering menyerang anak-anak, tetapi karena saat anak-anak saya tidak pernah terkena penyakit tersebut, jadilah kena saat dewasa saat kondisi imunitas saya menurun.
Setelah dari limijati saya kemudian pergi ke dokter Adhi Pribadi konsultan Fetomaternal. Saya tahu beliau dari salah satu teman dokter saya yang lagi hamil juga. Teman saya bilang jika sebaiknya lakukan satu kali pemeriksaan ke dr Adhi konsultan Fetomaternal karena dilakukan USG mulai dari organ-organ janin sampai pembuluh darah ibu yang menyuplai janin.
Sore harinya saya pergi kesana bareng suami. Alhamdulillah semuanya normal, ketubannya juga bagus hanya saja pembuluh darah ibunya masih belum terbuka lebar yang dapat mengakibatkan pre-eklampsi nanti. Jadi saya diberi obat kalsium dan diminta dilanjutkan obat aspilet Tabletnya. Kemudian kontrol USG fetomaternal kembali di Usia kehamilan 24 minggu. Sedangkan untuk kontrol bulanan saya tetap ke RS Limijati.
Mengapa penting dilakukan USG Fetomaternal ini dan beda dokter juga? Jadi Fetomaternal ini adalah bagian sub-spesialis dari Obstetri dan Ginekologi, karena dokter Obgin saja biasanya tidak terlalu mendalam dalam melakukan USG kehamilan. Alasan pentingnya dilakukan USG Fetomaternal adalah untuk skrining awal kelainan janin mulai dari saraf, tulang belakang, jantung, ginjal, paru dan organ lainnya. Kedua, tujuannya untuk mengetahui adakah kelainan pada ibu seperti timbulnya Preeklampsia/ darah tinggi setelah usia kandungan lebih dari 20 minggu.
Salah satu teman saya juga bercerita mengenai hasil USG Fetomaternalnya di dr. Adhi Pribadi. Hasilnya bahwa ada salah satu pembuluh darahnya yang terlalu menukik sehingga mengganggu supply/aliran darah ke janin dan suatu saat akan berpotensi untuk terjadi Preeklampsia. Alhamdulillah di usia kehamilan masih trimester satu sudah dapat diketahui adanya suatu kelainan sehingga dapat dilakukan pecegahan secara dini.
Pertanyaan selanjutnya, mengapa Preeklampsia dianggap penting dan harus dihindari saat hamil? Bagi yang tidak tahu, Preeklampsia merupakah darah tinggi yang terjadi pada kehamilan setelah 20 minggu. Salah satu sodara saya yang usianya lebih muda mengalami Preeklampsia pada kehamilan pertamanya. Diketahui saat kehamilan memasuki usia 7-8 bulan, tiba-tiba tekanan darahnya 170/90 mmHg dan harus dirawat selama 3 hari di RS. Beberapa minggu kemudian karena kondisinya semakin melemah, akhirnya bayinya terpaksa harus dilahirkan sesegera mungkin.
Lalu, akibatnya apa saja jika terkena Preeklampsi? Pertama, melahirkan harus di Caesar section. Kedua, bayi yang dilahirkan pun jadi premature dan Berat badan bayi lahir rendah sehingga harus di inkubator sampai keadaan bayi stabil. Sebenarnya masih banyak lagi akibatnya atau komplikasi yang berbahaya bagi penderita Preeklampsia baik bagi ibu sendiri ataupun bagi bayi. Jika harus dijelaskan disini mungkin blognya akan terlalu Panjang.
Sedikit saya akan membahas mengenai hiperagregasi trombosit dan Preeklampsia. Pertama saya akan membahas mengenai hiperagregasi trombosit. Hiperagregasi trombosi itu apa sih? Mungkin hal yang mudah istilah dari hiperagregasi trombosit bagi orang awam adalah “darahnya kental” sehingga gampang menyumbat pembuluh darah.
Hiperagregasi trombosit adalah hiperaktifitas dari fungsi trombosit untuk menggumpal dan akan menimbulkan penyumbatan pembuluh darah.1 Peran rombosit dalam tubuh adalah membentuk sumbatan jika terjadi luka sehingga perdarahan berhenti.1 Jika terjadi saat kehamilan dapat mengakibatkan aliran darah ibu ke janin berkurang. Untuk terapinya saya diberikan obat pengencer darah yaitu aspilet.
Kedua, yang saya bahas adalah mengenai Preeklampsi. Preeklampsi atau Hipertensi dalam kehamilan (HDK) merupakan penyebab kedua tersering kematian ibu di Indonesia yang mengakibatkan lebih dari 25% kematian ibu pada tahun 2013.2 Preeklampsia merupakan penyebab utama tingginya angka kesakitan dan angka kematian ibu hamil, persalinan prematur, kematian perinatal, dan pertumbuhan janin terhambat (PJT).2
Lalu kenapa saya diterapi dengan Aspirin tablet? Aspirin dosis rendah terbukti sebagai pencegahan primer yang aman dan efektif untuk preeklampsia. Di Indonesia, penggunaannya juga telah direkomendasikan sebagai pencegah primer dan sekunder preeklampsia pada wanita berisiko tinggi.2 Aspirin sama dengan aspilet, obat yang sedang saya konsumsi.
Aspirin dosis rendah merupakan pilihan terapi pencegahan yang terbukti aman dan efektif hanya pada wanita berisiko tinggi untuk mengurangi kejadian preeklampsia, risiko terjadinya Perkembangan Janin Terhambat, dan kelahiran prematur yang meningkatkan angka kejadian dan angka kematian bayi baru lahir. Aspirin dosis rendah penting sebagai terapi primer untuk mencegah preeklampsia beserta komplikasinya.2
WHO menyarankan pemberian aspirin setidaknya dimulai dari usia kehamilan 12 hingga 20 minggu. Di Indonesia, rekomendasi saat ini menyarankan penggunaan aspirin dosis rendah untuk mencegah preeklampsia sebaiknya dimulai sebelum usia kehamilan 20 minggu.2
Saat saya bekerja sebagai dokter umum di PKM Poned atau di RSUD terpencil, inilah tantangan kami sebagai Tenaga Kesehatan karena banyaknya angka kejadian Preeklampsi. Setidaknya kami harus memiliki kompetensi untuk melakukan penanganan awal pada Preeklampsi atau Eklampsi.
Jadi saat saya meminum obat pengencer darah, setidaknya itu adalah bentuk ikhtiar untuk mengurangi hiperagregasi trombosit dan pencegahan Preeklampsia. Hasil akhir tetap ada di tangan Allah SWT.
Dari beberapa pengalaman di atas, tujuan saya bukan untuk menakuti, tetapi dapat disimpulkan bahwa skrining kehamilan di trimester satu itu sangat penting, bahkan sebaiknya dilakukan pre-marital medical check up terlebih dahulu sebelum menikah. Rajin berobat ke bidan atau dokter agar dapat dideteksi kelainan secara dini. Tidak lupa, selalu berdoa dan banyak beribadah, semoga Allah menyehatkan kandungan kita ya bunda. Aamiin.
Sumber Jurnal :